Kamis, 17 November 2011

Kehilangan...

Terkadang hal yang kita senangi dapat melupakan segalanya. Hobby misalnya, kegiatan seseorang dalam melakukan sesuatu yang akan mendapatkan kepuasan pada dirinya sendiri. Entah kita akan lupa pada waktu, keadaan sekitar, bahkan mungkin melupakan seseorang yang sangat dicintai.

Seperti aku. Aku Widy, seorang mahasiswa Desain Komunikasi Visual yang sedang menjalankan kuliah semester 3 pada sebuah Universitas ternama di Ibukota. Aku memang sangat menghargai bahkan mencintai seni dan photography. Ketika aku merasa penat, aku akan segera mengeluarkan alat lukisku dan segera melukis, ataupun mengeluarkan kamera DSLR dan segera melangkahkan kakiku untuk mencari objek foto.

Hingga suatu ketika, aku mengisi waktu luangku dengan pergi ke tengah kota hanya untuk mencari objek foto, sekaligus untuk merefresh otakku. Kota Tua yang kupilih. Ya, aku memilih tempat ini karna aku menyukai sejarah. Buatku, sejarah itu indah.

Aku melangkahkan kakiku menuju halte Busway. Melangkah sendiri. Hanya sendiri. Bukan berarti aku menyukai kesendirian ataupun tak mempunyai seorang kekasih. Hal ini biasa aku lakukan, karena aku lebih menikmati apa yang aku senangi dengan berjalan sendiri. Menikmati waktuku sendiri.

Aku berangkat sekitar pukul 8.15 dengan transportasi Busway jurusan Kota. Setelah tiba sekitar pukul 9.10, aku segera mengeluarkan kamera DSLR dan melangkahkan kakiku menuju museum Fatahillah. Setiap aku melangkah dan menemukan objek yang bagus, aku segera memotretnya.

Setelah beberapa jam aku berjalan dan memotret, handphone-ku berbunyi. Rupanya ada SMS masuk dari kekasihku, Tian.
"Sayang kau dimana ? Aku sangat merindukanmu. Bisakah kita bertemu sekarang ?" ujarnya
"Maaf sayang, aku sedang berada di Kota Tua, memotret beberapa objek untuk melepas kejenuhanku. Apakah ada hal penting ?" balasku
"Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan padamu. Penting!! Ayolah, kita bertemu sekarang! Aku mohoon!!" pintanya
"Oke! Tetapi aku memotret beberapa objek lagi ya ? Setelah jam 12 nanti, aku akan pulang dan bertemu denganmu" aku mengalah
"Baiklah, semoga waktunya cukup...." balasnya
Aku melihat jam tanganku. Pukul 10.05. Masih ada sekitar 2 jam lagi, aku pun melanjutkan perjalananku dan kembali asik dengan kamera serta objek didepanku.

Kini waktu menunjukkan pukul 11.30. Langit cerah berubah menjadi gelap tertutup awan mendung. Rintik hujan perlahan membasahi bumi. Dan kini, hujan lebat disertai petir menyambar. 

Aku berteduh didepan museum Keramik. Perasaanku panik. Detik demi detik berlalu. Aku berjanji pulang jam 12 untuk bertemu Tian. Bagaimana dengan janjiku? Ku keluarkan handphone dari kantong celanaku dan berniat untuk menelpon Tian. Nonaktif! Lowbat! Aku tidak dapat menghubungi Tian. Aku berpikir untuk membatalkan janjiku pada Tian secara sepihak dan akan bertemu dengannya besok, sebagai ganti batalnya pertemuan kita hari ini. Aku yakin, Tian tidak keberatan dengan keputusan sepihakku ini. Tian adalah lelaki yang amat sabar. Dia pun selalu mengalah dan tidak egois. Itu yang membuatku amat sangat mencintainya.

Waktu menunjukkan pukul 15.00. Aku berjalan pulang karena hujan telah reda dan awan pun berubah menjadi cerah. Aku berjalan perlahan ketika tiba di pekarangan rumahku. Ketika sampai di dalam kamar, aku segera men-charge handphone ku. Ketika handphone ku telah aktif kembali, banyak SMS masuk dari Tian.

12.15
Sayang, apakah kau sudah berjalan pulang ?

12.37
Sayang, kau dimana ? Mengapa handphone-mu tidak aktif ?

13.14
Sayang, aku ingin membicarakan sesuatu. Penting!! Aku hanya takut tak lagi dapat bertemu denganmu atau hanya sekedar melihat senyum manismu.

14.10
Aku sudah tak kuat lagi. Mungkin tak ada kesempatan untukku berbicara langsung padamu. Aku hanya ingin mengatakan Aku sangat mencintaimu, sayang... Sampai kapanpun. Walaupun kita tak dapat bersama selamanya, tapi aku berjanji akan selalu menunggumu.. Disurga...

Aku tidak mengerti dengan semua SMS dari Tian. Ketika aku ingin membalas SMS Tian, ada seseorang mengetuk pintu kamarku. Ketika ku membuka pintu, tampak wajah Ibuku yang sedang menangis dan langsung memelukku. Aku membalas pelukannya dengan ekspresi wajah bingung.
"Ibu kenapa ?" tanyaku
"Tian, Wid..." ujarnya masih dalam isakkan tangis
"Ada apa dengan Tian, Bu ?" aku bertanya bingung
"Baru saja ada yang menelpon Ibu, mengabarkan bahwa penyakit Tian kambuh. Berkali-kali Tian menyebut namamu, dan berkali-kali keluarganya menghubungimu tetapi tidak bisa. Hingga akhirnya Tian dilarikan ke Rumah Sakit. Tetapi Tian..." Ibu memotong ceritanya dan isakkan tangisnya semakin kencang.
"Tian kenapa bu ?" tanyaku kini dengan nada panik. Ya, aku sangat panik. Aku tak ingin sesuatu yang buruk menimpa kekasih tercintaku ini. Namun Ibu hanya menjawab dengan isakkan tangis yang tak kunjung henti.
"Ibuu, Tian kenapa ?" aku bertanya lagi sambil menatap matanya.
"Tian.. Tian telah pulang kepelukan Sang Maha Pencipta Widy. Dia telah pergi untuk selamanya."
Jantungku serasa terhenti. Nafasku pun terhenti. Dadaku sesak, sakit! Seperti ada beribu-ribu panah menusuk jantungku. 

Ya Allah, benarkah ini ? Seolah tak percaya, aku bertanya kembali pada ibuku,
"Benarkah ini Ibu? Tian pergi?" air mataku jatuh perlahan, dan hanya dijawab oleh anggukan kepala Ibu.
Aku lemas. Tangisku pecah. Aku teduduk. Menangis. Ya, hanya dapat menangis histeris dipelukan Ibu. Tiba-tiba saja kenangan saat kami bersama terbayang dibenakku. Wajahnya yang lembut, senyumnya yang manis, kata-kata indahnya. Ya Rabb, bahkan ini terlalu indah bila hanya dijadikan sebuah kenangan.

Ketika kekuatan tubuhku kembali pulih. Aku berdiri dan langsung berlari ke pekarangan rumahku. Segera ku mengendarai motorku dan bergegas kerumah Tian. 

Sepanjang perjalanan, aku hanya dapat menangis. Tak peduli pada orang-orang yang menatapku dengan tatapan aneh. Tian memang mengidap suatu penyakit, kanker otak stadium akhir. 

Aku menyesal, mengapa disaat dia memintaku untuk bertemu, aku justru menundanya? Mengapa dengan bodohnya aku lebih memilih berlama-lama dengan hobbyku ketimbang bertemu kekasihku ? Andai saja aku tahu bahwa beberapa jam yang lalu, aku mempertaruhkan sisa waktu yang sangat singkat untuk bertemu dengannya, untuk sekedar melihat senyum terakhirnya.

Aku memaki diriku sendiri. Menyesal. Amat sangat menyesal.

Setiba dirumah Tian, ibunya melihatku dan langsung memeluk tubuhku erat, sangat erat. Ia menangis, seakan tak rela anak tunggalnya itu pergi untuk selamanya.

Langkahku perlahan memasuki ruangan didalam rumah itu. tampak seorang lelaki yang amat aku cintai berbalut kain putih dan dibacakan surat Yassin oleh orang-orang di sekitarnya. Aku mendekat kearah jasad kekasihku. Ingin rasanya aku membelai pipinya lalu mengecup keningnya untuk yang terakhir kali. Tapi tak mungkin, Tian pasti telah suci dengan basuhan air wudhu sebelum dikafankan. Beberapa kali kuusap air mataku agar tak terjatuh.

Aku hanya dapat memandang wajah lembutnya yang dihiasi dengan senyum. Dan kini, aku hanya bisa menangis, ketika raga ini merindukannya dan ketika jiwa ini haus akan belaian kasih sayangnya.

"Tian, walaupun kau telah dalam pelukan Tuhan. Aku disini akan tetap mencintaimu. Memang jiwamu tak kan lagi dapat kulihat. Tapi dirimu, cintamu, dan kasih sayangmu akan selalu tersimpan dalam hatiku. Hingga aku dapat kembali bertemu dan bersamamu sebagai bidadarimu, di surga nanti"


~ The End ~ 
Share: