Rabu, 11 Oktober 2017

Perspektif Wanita : Diam Bukan Solusi Terbaik Untuk Menyelesaikan Suatu Masalah

Assalamu'alaikum~

Sudah lama tak bersua di blog ini. Kali ini, aku akan bahas tentang sudut pandangku sebagai wanita tentang sebuah komunikasi dalam hubungan. Kenapa tiba-tiba bahas ini? Tak lain dan tak bukan, karena pengalaman pribadi dan mendapat beberapa "curhatan" dari teman-teman tentang komunikasi dalam hubungan mereka.

Untukku sendiri, suatu hubungan itu bukan tentang "Aku suka kamu + kamu suka aku = kita pacaran". Bukan. Sama sekali bukan. Untukku, hubungan adalah bagaimana dua insan dengan perbedaan watak dapat saling mengisi satu sama lain. Misalnya, aku adalah wanita ceroboh bin pelupa. Pernah suatu ketika meninggalkan dompet dan charger di kantor di hari Jumat, di mana esok harinya adalah weekend dan aku tidak pergi ke kantor. Terbayang dong, bagaimana paniknya karena harus balik ke kantor untuk ambil dompet dan charger itu? Sedangkan Masil adalah orang yang super teliti. Tidak sekali atau dua kali aku kena omel karena terlalu ceroboh. Tapi, Masil sadar betul kekuranganku. Cara menyikapinya adalah dengan dia yang selalu menjadi pengingat. Iya, pengingat. Ketika pulang kerja, misalnya, Masil selalu ingatkan hal-hal yang sering aku tinggalkan di kantor secara tidak sengaja. Problem solved!

Bersyukurnya, aku dan Masil bukan pasangan yang hobi beradu argumen. Entah karena memang cocok dan dapat saling melengkapi, atau karena Masil yang terlalu mengalah. Hahaha. Tetapi, sekali atau dua kali sempat bertengkar sebab aku yang penuh "kode" dan Masil yang "to-do-point-person". Masil dan mungkin beberapa pria lainnya mungkin lebih suka bila wanitanya tidak mengajukan keinginan dengan berkode ria. Mungkin mereka hanya ingin wanitanya to do point apa yang diinginkan. Misal, aku bukan tipe wanita mandiri. Aku pernah mencoba mandiri dengan pergi-pulang kerja sendiri menggunakan transportasi umum. Beberapa bulan awal, aku merasa aman dan baik-baik saja. Hingga suatu ketika, ada pria bersosok preman yang mengganggu. Tidak hanya sekali, hal tersebut terjadi hingga tiga kali. Risih? Jelas. Takut? Pasti. Kondisi tempat aku menunggu transportasi umum itu adalah sepi dan sudah malam pula. Akhirnya, aku kode ke Masil, bilang kalau aku takut pulang sendiri. Dijemput, sih, tapi sepanjang perjalanan diam aja. Jadi terkesan gak ikhlas. Padahal, mungkin Masilnya biasa aja. Mungkin "diam"-nya bukan karena jemput aku atau ada masalah yang berhubungan denganku, tapi karena sedang banyak kerjaan, atau hal lain yang dipikirkan, mungkin. Tapi, wanita kan sensitif dan perasa ya :(

Nah, pria "diam" ini yang jadi concern kami para wanita. Kenapa kalau ada masalah sama pasangannya, pria lebih pilih diam? Kenapa gak coba untuk didiskusikan dan dibicarakan baik-baik? Bagaimana bisa dimengerti tanpa memberi pengertian? Aku sudah sempat bertanya ke beberapa teman pria. Katanya, diamnya pria gak lebih dari; tidak ingin beradu argumen yang berujung dengan pertengkaran apalagi perpisahan. Dan tidak ingin membesarkan masalah kecil. Begitukah?

Menurutku dari sudut pandang wanita, aku lebih memilih untuk diskusi santai dari pada hanya diam. Karena dengan diam, aku tidak tahu apa yang pasanganku inginkan. Dalam kasus "menjemput sepulang kerja" di atas, misalnya. Kalaupun Masil keberatan menjemputku, ya utarakan. Karena aku tidak akan tahu ia keberatan atau tidak bila ia tidak mengutarakan. Begini, bukankah kamu juga tak akan tahu apakah orang di sebelahmu lapar atau tidak bila ia tidak mengutarakan kondisi perutnya? Bukankah kamu tidak akan tahu apa yang orang lain rasa bila orang tersebut tidak menceritakan kondisi hatinya? Bukankah pria selalu berkata bahwa "tidak semua pria punya indera keenam untuk mengetahui ingin wanitanya"? Lalu, apa kalian pikir wanita tidak seperti itu? Kami pun bukan peramal yang dapat tahu apa yang kalian rasa tanpa kalian beri tahu, kan? 

Ada satu contoh lagi. Temanku, sebut saja Ari. Ia memiliki pacar bernama Bunga. Bunga tipe wanita yang tidak melihat suatu barang dari fungsinya. Suatu ketika, ia minta dibelikan kamera polaroid seharga Rp 1.800.000 pada Ari dengan alasan "lucu" tanpa peduli dengan fungsi, kualitas dan tingkat kebutuhan. Ari dengan berbaik hati mengabulkan pinta sang kekasih. Tetapi ternyata, di belakang Bunga, Ari bercerita tentang pacarnya yang dianggap "tidak pengertian" karena meminta sesuatu tanpa mempedulikan kondisi finansial Ari.

Menurutmu dalam kasus Ari dan Bunga, siapa yang salah? Apakah Bunga karena tidak pengertian dan terkesan materialistis? Atau Ari yang bersikap pasrah mengabulkan permintaan Bunga?

Menurutku keduanya salah. Karena minimnya komunikasi dan keterbukaan antar pasangan.

  1. Ketika Bunga mengutarakan keinginannya mengenai kamera "lucu" tersebut, Ari bisa memberi pengertian tentang kondisi finansial dan alasan lain bahwa ia merasa keberatan dengan keinginan Bunga. Menurutku, memberi pengertian dan penjelasan akan lebih bijaksana ketimbang menuruti semua ingin pasanganmu, namun kamu melakukan protes secara tidak langsung dengan cara bercerita dengan kawanmu. Untuk apa membahagiakan pasangan bila kamu saja merasa terbebani?
  2. Jika aku sebagai Bunga yang wanita karir, aku lebih memilih untuk membeli segala ingin dan kebutuhanku seorang diri, dengan hasilku sendiri. Tidak meminta pada siapa pun, termasuk pasanganku. Ketika kamu sebagai wanita bisa membeli dan memenuhi kebutuhanmu seorang diri, kenapa harus meminta?

Mungkin, bila Ari dengan terbuka mengutarakan alasan mengenai ia yang merasa keberatan, Bunga bisa sedikit lebih mengerti. Atau mungkin, Ari hanya ingin terlihat "mampu" dan dapat mencukupi segala keinginan Bunga. Namun menurutku, segala sesuatu tetap harus dibicarakan dan didiskusikan. 

Pria ataupun wanita itu sama saja menurutku. Tidak bisa disamakan dengan "pria yang selalu cuek" atau "wanita tidak mudah dimengerti". Ada beberapa pria yang sulit dimengerti dan beberapa wanita yang cuek. Sama seperti suku. Tidak semua orang bersuku A itu pelit, tidak semua orang dari suku B itu pemarah. Semua orang memiliki watak dan sifat yang berbeda, tergantung bagaimana orangnya, kan? Watak dan sifat tidak dapat dibedakan berdasarkan suku, gender, atau hal-hal sejenisnya.

Kesimpulannya; segala hal masalah yang kamu dan pasanganmu hadapi, solusi terbaiknya adalah komunikasi yang baik dan keterbukaan. Saling mengerti tidak bisa diwujudkan bila komunikasinya saja tidak baik. Jadi, mari membangun komunikasi yang baik. Jangan menebak-nebak atau cepat berasumsi.

Jika ada yang ingin didiskusikan, monggo komentar di bawah post ini, ya :)

Wassalamu'alaikum.

With love,
Trirati
Share:

Rabu, 07 Juni 2017

Menjadi Diri Sendiri + Bersyukur = Bahagia!

Apa sih definisi bahagia menurut kalian?  Kalau dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan).

Menurutku, bahagia adalah suatu hal di mana aku bisa menjadi diriku sendiri. Tidak peduli orang lain berkata apa, atau membutuhkan penilaian orang lain. Karena ketika orang lain menilai, mereka akan menilai sesuai pendapat dan apa yang mereka mau, bukan apa yang kita inginkan. Asalkan tidak melanggar norma negara dan agama, serta tidak merugikan atau membuat orang lain bersedih, sah-sah saja dilakukan untuk menciptakan bahagia.

"Kamu egois kalau tak mau dengar penilaian orang lain"
Jelas tidak. Karena menurutku, saran dan penilaian adalah dua hal yang berbeda. Aku sangat menerima saran dari orang lain. Karena jika tak ada yang menegur, aku pun tak akan tahu apa yang ku lakukan salah atau tidak. Tetapi, jika apa yang ku lakukan dinilai, aku sungguh tidak peduli. Ini hidupku, bukan? Aku nahkoda di perahuku sendiri. Aku yang paling memahami apa yang akan membuatku bahagia. Kalau kamu mau menuntutku menjadi apa yang kamu mau, maaf, aku tidak bisa :)

Bahagia itu kita sendiri yang ciptakan. Untuk apa? Untuk kita nikmati, untuk kita rasakan. Bukan untuk dibanggakan ataupun dinilai orang lain. Misalnya:
  • Jika mennurutmu feeds instagrammu berisi semua foto selfie-mu dapat membuatmu bahagia, ya lakukan saja. Jika ada yang mencibir "foto instagrammu kok foto selfie semua?", acuhkan saja. Kalau mereka tak suka, kamu bisa bilang "Sila klik tombol "following" yang ada di profil instagramku. Agar timeline-mu tidak penuh dengan wajahku :)" 
  • Jika kamu lebih suka berdialog secara langsung dari pada berdialog maya. Lakukan.
  • Jika kamu lebih menyukai musik bergenre rock yang keras dan menurut orang lain "sulit didengarkan", ya lanjutkan saja.
  • Jika kamu wanita dan lebih suka pakai kaus kebesaran sedangkan wanita lain pakai baju ketat, tak usah pedulikan. 
Intinya, bahagia cukup dengan menjadi diri sendiri. Melakukan apa yang ingin dilakukan, mendengarkan apa yang ingin didengarkan, melihat apa yang ingin dilihat, dan hal-hal lain, lakukan sesuai apa yang kamu mau. Jangan sibuk menjadi kekinian. Biar mereka saja yang sama karena terlihat kekinian, kalau kamu tidak suka, ya jangan diikuti. Bahagia menjadi berbeda.

"Cara terkeren untuk menjadi keren adalah
dengan tidak berpikir untuk menjadi keren"
- Fiersa Besari

Bahagia juga aku artikan dengan bersyukur. Bersyukur akan apa yang telah kamu miliki, bersyukur akan orang-orang yang dihadirkan Tuhan di sekelilingmu, bersyukur dengan nikmat yang Tuhan beri tanpa jeda. Jangan mudah mengeluh, Yaa, sesekali boleh lah, asalkan tidak setiap saat.

Coba kamu bayangkan. Ketika kamu memberi seseorang sebuah buku karena berpikir bahwa buku adalah benda yang bermanfaat sebab memiliki banyak hal untuk dipelajari. Tetapi, seseorang itu berkata "Yah, kok buku sih? Aku kan maunya sepatu baru." Bagaimana perasaanmu? Pasti kamu berpikir "Ih, gak tahu terima kasih banget, sih", atau "Kok dia gak bersyukur sih?". Iya tidak? 

Lalu, bagaimana perasaan Tuhanmu ketika kamu terus-menerus mengeluh? Bukankah segala keadaanmu hanya Dia yang tahu apa yang terbaik untukmu? Maka, mari beryukur. Agar hatimu tidak gelisah melulu. Percayalah bahwa apa yang kamu miliki saat ini adalah porsi yang tepat untukmu.

Jadi, kalau mau bahagia cukup menjadi diri sendiri dan selalu bersyukur. Insya Allah, kamu dan orang-orang di sekelilingmu akan bahagia. Kenapa orang di sekeliling ikut bahagia? Karena, jika kamu benar bahagia, aura bahagiamu akan tersebar pula ke sekelilingmu :)

Itulah bahagia versiku. Bagaimana dengan versimu? Sila tulis di kolom komentar ^^


With love,
Trirati :)
Share:

Senin, 10 April 2017

Hadir, Hilang Lalu Ikhlas

Hai Kamu...
Bagaimana kabarmu? Ku lihat kau baik-baik saja. Bukan aku sok tahu. Tetapi senyum dan gelak tawamu yang memberitahuku. Senang rasanya mengetahui bahwa kau telah bahagia, sekalipun tidak denganku. Sekalipun hanya dapat menikmatinya dari jauh.

Sekalipun kita telah terpaut jauh, tak seerat dulu, aku hanya ingin kau tahu beberapa hal:

  1. Terima kasih telah sempat hadir. Telah sempat menjadi sandaran di saat lelah. Telah sempat menjadi pelangi pengusir hujan. Telah sempat menjadi penguat di saat semua terasa berat. Telah sempat mampu mengusir segala duka menjadi tawa. Walau dalam kurun waktu yang singkat, hadirmu tetap ku syukuri.
  2. Terima kasih karena telah menghilang begitu saja. Walau aku masih dapat melihat dan menikmati senyum serta bahagiamu dari kejauhan -tidak lagi dilakukan bersama-sama-. Asal kau tahu saja, hilangmu adalah hal yang tak sempat aku bayangkan. Hilangmu adalah hal yang tak pernah kuinginkan. Hilangmu adalah hal paling buruk dari segala kehilangan yang pernah aku rasakan.
  3. Terima kasih karena telah mengajari arti keikhlasan. Aku memang harus ikhlas, bukan? Membiarkan tawamu membaur dengan tawanya. Membiarkan senyum luluhmu merekah ketika melihatnya. Membiarkan jarakmu yang kian melekat dengannya. Membiarkan kau semakin jauh dari jangkauan mataku. 

Berbahagialan selalu, maka hatiku pun akan baik-baik saja :)

Salam,
Aku.
Share:

Minggu, 02 April 2017

Aku Bukan Rumah

Selama ini, aku mengganggap bahwa aku adalah rumahmu. Ya, di mana aku adalah tempat yang akan selalu kau tuju ketika kau letih, ketika kau bosan bermain di luar, ketika kau ingin beristirahat. Namun nyatanya, aku belum sepenuhnya menjadi rumahmu.

Mungkin, kini kau hanya tinggal di sebuah rumah yang kau sewa. Entah kapan masa sewamu itu habis. Atau entah kau akan berniat membeli rumah ini atau tidak. Kau bebas keluar-masuk tanpa perlu lagi meminta izin. Namun jika mungkin suatu saat nanti kau merasa jenuh dengan rumah sewamu ini, dengan mudahnya kau dapat pergi. Berpindah untuk menyewa —atau bahkan kau akan membeli— rumah yang lain.

Lalu bagaimana dengan aku? Tentu tak bisa berbuat banyak. Aku tak bisa menahanmu untuk tidak pergi. Aku tidak ingin kau tetap tinggal namun setiap harinya menunjukan wajah masam. Bagaimana aku bisa tetap bertahan tanpa melihat senyummu? Tidak. Aku tidak akan mampu.

Yang perlu kau tahu, aku tak pernah merasa bosan ataupun jenuh. Sekalipun setiap waktu hanya dapat melihatmu dan hanya kamu yang tetap tinggal. Tak tahu kah justru itu yang membahagiakaku? Aku telah menganggapmu sebagai pemilik rumah ini, bukan untuk sementara, tapi untuk selamanya. Hingga setiap kayu dan bangunannya rentan dimakan waktu. Hingga aku runtuh dan tak lagi dapat menjadi rumahmu.

Sayang, jika bosan dan jenuhmu timbul dengan keadaan aku —sebagai rumahmu—, jangan terburu-buru untuk pergi. Mari menata beberapa barang di dalamnya, atau mencat ulang setiap sisi bangunannya. Mari ciptakan suasana baru. Sadarilah bahwa mencari rumah yang nyaman adalah hal yang sulit. Jika kau pergi, lalu menemukan rumah baru yang ternyata tak senyaman dengan rumahmu yang lama, hingga membuat kau kembali dan nyatanya rumahmu ini telah ditempati orang lain, kau bisa apa? Tak akan menyesal kah?

Jadi, ku mohon untuk tetap tinggal. Aku tak ingin ditempati oleh orang lain yang mungkin tak sebaik dirimu. Dan ku mohon, berhentilah memperpanjang masa sewaku. Aku adalah rumah bertipe 'penakut'. Karena sungguh aku terlalu takut untuk ditinggalkan. Aku terlalu takut untuk digantikan. Dan aku terlalu takut untuk kau lupakan.

Jangan pergi.
Jadikan aku sebagai rumah permanenmu.
Janji?


Salam,
Trirati
Share:

Kamis, 16 Maret 2017

Untukmu Yang Hatinya Tengah Terluka....

Hai Kamu...

Bagaimana kabar hatimu saat ini? Sudah membaik kah? Atau lukanya masih menganga?

Sudah. Jangan terlalu larut dalam luka yang mungkin tak sengaja dia goreskan pada hatimu. Iya. Aku memahami. Bagaimana mungkin seseorang dapat dengan mudahnya berkata "tidak sengaja" perihal hati? Tetapi, harus kamu akui, terkadang kita disakiti oleh harapan kita sendiri, oleh ekspektasi yang tentu tak selamanya sesuai dengan realitas yang ada.

Coba kamu ingat-ingat lagi. Apa memang betul dia yang terus-menerus memberikan harapan untukmu? Atau kamu yang menaruh harapan terlalu besar padanya? Apa memang benar dia hanya berlaku baik padamu? Atau dia memang sosok orang yang baik pada semua orang? Apa memang iya senyum manisnya hanya tertuju padamu? Atau dia yang memang murah senyum pada siapa saja? Apa betul dia hanya sibuk chatting hingga larut malam hanya denganmu? Atau memang banyak orang yang ditemaninya hingga rasa kantuknya tiba? Apa memang benar dia menceritakan banyak hal hanya denganmu? Atau memang dia sosok orang yang terbuka? Apa iya diam-diam dia sering mencuri tatap denganmu? Atau hanya kebetulan dan kamu yang salah artikan?

Jika memang pertanyaan di atas betul, benar dan iya. Mungkin dia memiliki alasan lain sebelum memilih untuk pergi. Mungkin ada sesuatu darimu yang melukai hatinya. Atau mungkin ada sikapmu yang menyinggung perasaannya. Atau ada "atau-atau" yang lainnya, yang hanya dia yang tahu dan rasa.

Jangan mudah mendeklarasikan bahwa kamu adalah pihak yang paling tersakiti. Mungkin dia juga merasakan sakit yang sama, atau bahkan lebih. Perbedaannya, dia tidak menunjukan padamu atau orang lain. Mungkin menurutnya, apapun yang dia rasa bukan konsumsi publik dan orang lain tak perlu tahu.

Jadi, tutup buku lukamu. Bukalah lembar baru, yang bersih tanpa adanya luka atau noda. Yang akan kamu isi dengan senyum dan tawa. Senyum! Kamu jelek kalau cemberut :P

Percayalah, Dia telah menyiapkan pengganti dia-mu dengan dia yang baru, yang lebih baik tentunya. Belajarlah dari segala hal yang telah kamu alami. Termasuk soal hati. Sakit hati bukan hal yang buruk, kok :)

Salam,
Trirati
Share:

Selasa, 14 Maret 2017

Happy 23rd Birthday, Trirati!

- 08 Maret 2017 -


Sejak beberapa hari sebelum hari ini, aku tidak mengharapkan apapun. Lain dengan tahun-tahun sebelumnya. Aku tidak mengharapkan kejutan, tidak mengharapkan ucapan, apalagi mengharapkan hadiah. Tidak. Sudah tidak lagi. Rasanya sudah bukan waktunya mengharapkan sesuatu di hari ulang tahun.

Aku lebih memikirkan tentang diriku sendiri. Ya, evaluasi diri lebih tepatnya. Memikirkan apa saja yang telah aku lakukan di 22 tahun belakangan. Memikirkan bagaimana "aku" di hari-hari ke depan. Memikirkan apa saja yang harus aku capai. Dan memikirkan telah berapa keburukan yang sudah ku perbaiki. 

Dan ternyata, aku masih sangat jauh dari sisi "Ofi yang Baik". Masih sering kali bermalas-malasan, tidak menjaga kesehatan, berkata kasar, dan masih sangat sering mengabaikan kewajiban. Seperti titik-titik hitam yang memenuhi kertas putih. Terlalu banyak hal buruk yang ada di dalam diri ini. Mungkin, jika teman-temanku memandang aku adalah orang yang baik, itu karena salah satu kemahabaikan-Nya yang menutupi segala aib dan keburukanku. 

Pertama

Terima kasihku selalu mengalir untuk-Mu. Karena Kau selalu memberikan aku lingkungan dengan orang-orang yang baik, yang bisa menerima aku sebagaimana aku, yang dengan tulusnya selalu menetap. Dan karena Kau, aku selalu diberikan keadaan baik. Ya, keadaan yang selalu baik. Maaf jika aku masih amat sering mengeluh. Aku tahu, segala yang Kau beri adalah hal yang terbaik. Terima kasih karena selalu memberikan aku kesadaran bahwa aku dapat belajar sesuatu dari segala hal yang Kau beri.

Malu rasanya. Aku terlalu sering ingkar, namun Engkau seakan mengabaikan. Terima kasih atas segala pembelajaran yang Kau beri selama 22 tahun ini. Semoga aku dapat menjadi Ofi yang lebih baik lagi. Yang lebih dewasa dalam menyikapi suatu hal, yang tidak mengecewakan, tidak menyakiti, dan tidak membawa dampak buruk untuk orang lain. Aamiin....

Kedua

Terima kasih, Ma. Entah betapa beruntungnya aku lahir dari rahim seorang ibu seperti Mama. Terima kasih karena selalu menuntun agar menjadi wanita dewasa yang harus selalu kuat. Terima kasih atas segala pengertian tentang apa itu kasih sayang. Terima kasih karena berusaha untuk selalu ada. Duh, berjuta ucapan terima kasih rasanya tak akan cukup untuk berterimakasih padamu, Ma.

Walaupun tahun ini aku tidak dapat pelukan dan ciuman hangat dari Mama, tapi doa yang Mama selalu panjatkan ke langit-Nya serta kabar bahwa Mama dalam keadaan baik-baik saja rasanya sudah cukup untuk saat ini.

Tenang, Ma, anakmu ini -yang-selalu-kau-sebut-bayi- sedang dalam keadaan baik. Berterimakasihlah pada-Nya. Karena Dia selalu mengirim "utusan" untuk selalu membahagiakan, mengingatkan dan meluruskan ketika langkahku dalam arah yang salah.

Kapan kita bertemu, Ma? Rindu untukmu ku simpan dengan amat rapi di sudut hati. Rasanya sudah cukup sesak. Hehehe...

Ketiga

Terima kasih, Yah. Kasihmu memang tak terlihat. Seperti cahaya matahari yang mengintip dari sela-sela ventilasi rumah kita. Cahayanya terlihat sangat kecil. Namun sesungguhnya, cahaya itu yang menyinari dan selalu menghidupi. Maaf jika banyak sekali perbuatan yang tidak berkenan di hatimu. Aku janji, aku akan menjadi anak yang baik untukmu.

Keempat

Terima kasih, Masil. Terima kasih karena selalu ada. Terima kasih untuk segala kesabaran, pengertian, kepedulian, kekhawatiran dan segala cinta kasih yang kau selalu berikan. Wajar saja bila banyak wanita yang inginkan posisiku. Kamu terlalu baik. Bagaimana aku tidak beruntung karena menjadi wanita pilihanmu? :P

Selamat makin menua, Trirati a.k.a Ofi a.k.a Tiar. Semoga waktu yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk memperbaiki diri ya, Fi. Ingat, waktu duniamu semakin sempit. Jangan terlalu fokus "mendunia". Ingatlah bahwa mungkin amalan baikmu hanya sebaris, sedang dosamu telah berbuku-buku. Mari menjadi Ofi yang lebih baik, menjadi Ofi yang banyak memberi manfaat :)


Masil : "Maaf ya, donutnya berantakan :("

Anyway, terima kasih untuk kalian, teman-teman yang menyempatkan waktu untuk memberi kejutan, memanjatkan doa (yang secara diucapkan padaku atau secara diam-diam hingga hanya kamu dan Tuhan yang tahu). Semoga Tuhan dengan Kemahabaikan-Nya memberikan keberkahan di hidup kalian :)


Share:

Jumat, 03 Februari 2017

Setiaku Satu

Setia ibarat sayap. Ia tak dapat terwujudkan bila hanya satu sisi. Layaknya sayap yang terbang menuju suatu tempat. Kau tak akan pernah tiba pada tujuanmu, bila salah satu sayapmu "sakit".

Seperti halnya kita.
Aku mencoba membawamu menuju masa dimana hanya senyum yang menghiasi hari-hari kita hingga menua bersama. Namun, setiamu sakit. Hingga apa yang menjadi tujuan akhirku tak dapat ku sentuh, tak dapat ku gapai, tak dapat ku tuju dengan sempurna.

Semua karenamu.
Kamu yang tiba-tiba saja menjadi abu. Tak lagi berwarna seperti apa yang ku tahu. Kamu yang tiba-tiba menjadi ragu. Tak lagi bersemangat seperti dulu. Kamu yang akhirnya menghilang bak debu. Tak bersua, tak berkabar. 

Dan aku yang setia pada setiaku.
Yang masih di sini menunggumu. Tetap pada setiaku. Aku tetap ingin menjadi suatu tempat dimana kamu akan berlabuh. Dimana kamu tak berniat untuk berlayar lagi. Dimana kamu akan menetap. Entah alam akan membawamu kembali atau tidak. Yang ku tahu, setia itu satu. Dan setiaku adalah kamu.


- Trirati -
Share: