Senin, 10 April 2017

Hadir, Hilang Lalu Ikhlas

Hai Kamu...
Bagaimana kabarmu? Ku lihat kau baik-baik saja. Bukan aku sok tahu. Tetapi senyum dan gelak tawamu yang memberitahuku. Senang rasanya mengetahui bahwa kau telah bahagia, sekalipun tidak denganku. Sekalipun hanya dapat menikmatinya dari jauh.

Sekalipun kita telah terpaut jauh, tak seerat dulu, aku hanya ingin kau tahu beberapa hal:

  1. Terima kasih telah sempat hadir. Telah sempat menjadi sandaran di saat lelah. Telah sempat menjadi pelangi pengusir hujan. Telah sempat menjadi penguat di saat semua terasa berat. Telah sempat mampu mengusir segala duka menjadi tawa. Walau dalam kurun waktu yang singkat, hadirmu tetap ku syukuri.
  2. Terima kasih karena telah menghilang begitu saja. Walau aku masih dapat melihat dan menikmati senyum serta bahagiamu dari kejauhan -tidak lagi dilakukan bersama-sama-. Asal kau tahu saja, hilangmu adalah hal yang tak sempat aku bayangkan. Hilangmu adalah hal yang tak pernah kuinginkan. Hilangmu adalah hal paling buruk dari segala kehilangan yang pernah aku rasakan.
  3. Terima kasih karena telah mengajari arti keikhlasan. Aku memang harus ikhlas, bukan? Membiarkan tawamu membaur dengan tawanya. Membiarkan senyum luluhmu merekah ketika melihatnya. Membiarkan jarakmu yang kian melekat dengannya. Membiarkan kau semakin jauh dari jangkauan mataku. 

Berbahagialan selalu, maka hatiku pun akan baik-baik saja :)

Salam,
Aku.
Share:

Minggu, 02 April 2017

Aku Bukan Rumah

Selama ini, aku mengganggap bahwa aku adalah rumahmu. Ya, di mana aku adalah tempat yang akan selalu kau tuju ketika kau letih, ketika kau bosan bermain di luar, ketika kau ingin beristirahat. Namun nyatanya, aku belum sepenuhnya menjadi rumahmu.

Mungkin, kini kau hanya tinggal di sebuah rumah yang kau sewa. Entah kapan masa sewamu itu habis. Atau entah kau akan berniat membeli rumah ini atau tidak. Kau bebas keluar-masuk tanpa perlu lagi meminta izin. Namun jika mungkin suatu saat nanti kau merasa jenuh dengan rumah sewamu ini, dengan mudahnya kau dapat pergi. Berpindah untuk menyewa —atau bahkan kau akan membeli— rumah yang lain.

Lalu bagaimana dengan aku? Tentu tak bisa berbuat banyak. Aku tak bisa menahanmu untuk tidak pergi. Aku tidak ingin kau tetap tinggal namun setiap harinya menunjukan wajah masam. Bagaimana aku bisa tetap bertahan tanpa melihat senyummu? Tidak. Aku tidak akan mampu.

Yang perlu kau tahu, aku tak pernah merasa bosan ataupun jenuh. Sekalipun setiap waktu hanya dapat melihatmu dan hanya kamu yang tetap tinggal. Tak tahu kah justru itu yang membahagiakaku? Aku telah menganggapmu sebagai pemilik rumah ini, bukan untuk sementara, tapi untuk selamanya. Hingga setiap kayu dan bangunannya rentan dimakan waktu. Hingga aku runtuh dan tak lagi dapat menjadi rumahmu.

Sayang, jika bosan dan jenuhmu timbul dengan keadaan aku —sebagai rumahmu—, jangan terburu-buru untuk pergi. Mari menata beberapa barang di dalamnya, atau mencat ulang setiap sisi bangunannya. Mari ciptakan suasana baru. Sadarilah bahwa mencari rumah yang nyaman adalah hal yang sulit. Jika kau pergi, lalu menemukan rumah baru yang ternyata tak senyaman dengan rumahmu yang lama, hingga membuat kau kembali dan nyatanya rumahmu ini telah ditempati orang lain, kau bisa apa? Tak akan menyesal kah?

Jadi, ku mohon untuk tetap tinggal. Aku tak ingin ditempati oleh orang lain yang mungkin tak sebaik dirimu. Dan ku mohon, berhentilah memperpanjang masa sewaku. Aku adalah rumah bertipe 'penakut'. Karena sungguh aku terlalu takut untuk ditinggalkan. Aku terlalu takut untuk digantikan. Dan aku terlalu takut untuk kau lupakan.

Jangan pergi.
Jadikan aku sebagai rumah permanenmu.
Janji?


Salam,
Trirati
Share: