Rabu, 11 Oktober 2017

Perspektif Wanita : Diam Bukan Solusi Terbaik Untuk Menyelesaikan Suatu Masalah

Assalamu'alaikum~

Sudah lama tak bersua di blog ini. Kali ini, aku akan bahas tentang sudut pandangku sebagai wanita tentang sebuah komunikasi dalam hubungan. Kenapa tiba-tiba bahas ini? Tak lain dan tak bukan, karena pengalaman pribadi dan mendapat beberapa "curhatan" dari teman-teman tentang komunikasi dalam hubungan mereka.

Untukku sendiri, suatu hubungan itu bukan tentang "Aku suka kamu + kamu suka aku = kita pacaran". Bukan. Sama sekali bukan. Untukku, hubungan adalah bagaimana dua insan dengan perbedaan watak dapat saling mengisi satu sama lain. Misalnya, aku adalah wanita ceroboh bin pelupa. Pernah suatu ketika meninggalkan dompet dan charger di kantor di hari Jumat, di mana esok harinya adalah weekend dan aku tidak pergi ke kantor. Terbayang dong, bagaimana paniknya karena harus balik ke kantor untuk ambil dompet dan charger itu? Sedangkan Masil adalah orang yang super teliti. Tidak sekali atau dua kali aku kena omel karena terlalu ceroboh. Tapi, Masil sadar betul kekuranganku. Cara menyikapinya adalah dengan dia yang selalu menjadi pengingat. Iya, pengingat. Ketika pulang kerja, misalnya, Masil selalu ingatkan hal-hal yang sering aku tinggalkan di kantor secara tidak sengaja. Problem solved!

Bersyukurnya, aku dan Masil bukan pasangan yang hobi beradu argumen. Entah karena memang cocok dan dapat saling melengkapi, atau karena Masil yang terlalu mengalah. Hahaha. Tetapi, sekali atau dua kali sempat bertengkar sebab aku yang penuh "kode" dan Masil yang "to-do-point-person". Masil dan mungkin beberapa pria lainnya mungkin lebih suka bila wanitanya tidak mengajukan keinginan dengan berkode ria. Mungkin mereka hanya ingin wanitanya to do point apa yang diinginkan. Misal, aku bukan tipe wanita mandiri. Aku pernah mencoba mandiri dengan pergi-pulang kerja sendiri menggunakan transportasi umum. Beberapa bulan awal, aku merasa aman dan baik-baik saja. Hingga suatu ketika, ada pria bersosok preman yang mengganggu. Tidak hanya sekali, hal tersebut terjadi hingga tiga kali. Risih? Jelas. Takut? Pasti. Kondisi tempat aku menunggu transportasi umum itu adalah sepi dan sudah malam pula. Akhirnya, aku kode ke Masil, bilang kalau aku takut pulang sendiri. Dijemput, sih, tapi sepanjang perjalanan diam aja. Jadi terkesan gak ikhlas. Padahal, mungkin Masilnya biasa aja. Mungkin "diam"-nya bukan karena jemput aku atau ada masalah yang berhubungan denganku, tapi karena sedang banyak kerjaan, atau hal lain yang dipikirkan, mungkin. Tapi, wanita kan sensitif dan perasa ya :(

Nah, pria "diam" ini yang jadi concern kami para wanita. Kenapa kalau ada masalah sama pasangannya, pria lebih pilih diam? Kenapa gak coba untuk didiskusikan dan dibicarakan baik-baik? Bagaimana bisa dimengerti tanpa memberi pengertian? Aku sudah sempat bertanya ke beberapa teman pria. Katanya, diamnya pria gak lebih dari; tidak ingin beradu argumen yang berujung dengan pertengkaran apalagi perpisahan. Dan tidak ingin membesarkan masalah kecil. Begitukah?

Menurutku dari sudut pandang wanita, aku lebih memilih untuk diskusi santai dari pada hanya diam. Karena dengan diam, aku tidak tahu apa yang pasanganku inginkan. Dalam kasus "menjemput sepulang kerja" di atas, misalnya. Kalaupun Masil keberatan menjemputku, ya utarakan. Karena aku tidak akan tahu ia keberatan atau tidak bila ia tidak mengutarakan. Begini, bukankah kamu juga tak akan tahu apakah orang di sebelahmu lapar atau tidak bila ia tidak mengutarakan kondisi perutnya? Bukankah kamu tidak akan tahu apa yang orang lain rasa bila orang tersebut tidak menceritakan kondisi hatinya? Bukankah pria selalu berkata bahwa "tidak semua pria punya indera keenam untuk mengetahui ingin wanitanya"? Lalu, apa kalian pikir wanita tidak seperti itu? Kami pun bukan peramal yang dapat tahu apa yang kalian rasa tanpa kalian beri tahu, kan? 

Ada satu contoh lagi. Temanku, sebut saja Ari. Ia memiliki pacar bernama Bunga. Bunga tipe wanita yang tidak melihat suatu barang dari fungsinya. Suatu ketika, ia minta dibelikan kamera polaroid seharga Rp 1.800.000 pada Ari dengan alasan "lucu" tanpa peduli dengan fungsi, kualitas dan tingkat kebutuhan. Ari dengan berbaik hati mengabulkan pinta sang kekasih. Tetapi ternyata, di belakang Bunga, Ari bercerita tentang pacarnya yang dianggap "tidak pengertian" karena meminta sesuatu tanpa mempedulikan kondisi finansial Ari.

Menurutmu dalam kasus Ari dan Bunga, siapa yang salah? Apakah Bunga karena tidak pengertian dan terkesan materialistis? Atau Ari yang bersikap pasrah mengabulkan permintaan Bunga?

Menurutku keduanya salah. Karena minimnya komunikasi dan keterbukaan antar pasangan.

  1. Ketika Bunga mengutarakan keinginannya mengenai kamera "lucu" tersebut, Ari bisa memberi pengertian tentang kondisi finansial dan alasan lain bahwa ia merasa keberatan dengan keinginan Bunga. Menurutku, memberi pengertian dan penjelasan akan lebih bijaksana ketimbang menuruti semua ingin pasanganmu, namun kamu melakukan protes secara tidak langsung dengan cara bercerita dengan kawanmu. Untuk apa membahagiakan pasangan bila kamu saja merasa terbebani?
  2. Jika aku sebagai Bunga yang wanita karir, aku lebih memilih untuk membeli segala ingin dan kebutuhanku seorang diri, dengan hasilku sendiri. Tidak meminta pada siapa pun, termasuk pasanganku. Ketika kamu sebagai wanita bisa membeli dan memenuhi kebutuhanmu seorang diri, kenapa harus meminta?

Mungkin, bila Ari dengan terbuka mengutarakan alasan mengenai ia yang merasa keberatan, Bunga bisa sedikit lebih mengerti. Atau mungkin, Ari hanya ingin terlihat "mampu" dan dapat mencukupi segala keinginan Bunga. Namun menurutku, segala sesuatu tetap harus dibicarakan dan didiskusikan. 

Pria ataupun wanita itu sama saja menurutku. Tidak bisa disamakan dengan "pria yang selalu cuek" atau "wanita tidak mudah dimengerti". Ada beberapa pria yang sulit dimengerti dan beberapa wanita yang cuek. Sama seperti suku. Tidak semua orang bersuku A itu pelit, tidak semua orang dari suku B itu pemarah. Semua orang memiliki watak dan sifat yang berbeda, tergantung bagaimana orangnya, kan? Watak dan sifat tidak dapat dibedakan berdasarkan suku, gender, atau hal-hal sejenisnya.

Kesimpulannya; segala hal masalah yang kamu dan pasanganmu hadapi, solusi terbaiknya adalah komunikasi yang baik dan keterbukaan. Saling mengerti tidak bisa diwujudkan bila komunikasinya saja tidak baik. Jadi, mari membangun komunikasi yang baik. Jangan menebak-nebak atau cepat berasumsi.

Jika ada yang ingin didiskusikan, monggo komentar di bawah post ini, ya :)

Wassalamu'alaikum.

With love,
Trirati
Share: